MAKALAH
ZAKAT
SEBAGAI SARANA PENGENTASAN KEMISKINAN
Makalah
ini di sususn untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah Pendididkan Agama
Dosen
Pembimbing: Nur Aksin, S.Ag., M.Si
Disusun
Oleh :
Kelompok
3
2F
Pendidikan Matematika
1. Dwi
alifatul ilmiah
2. Monika
putri anggiani
3. Muminu
4. Moh,
arifin
5. Siti
nurjanah
6. Rosid
hafid alghoni
FAKULTAS
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
IKIP
PGRI SEMARANG
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Zakat Sebagai Sarana Pengentasan Kemiskinan”
Di dalam pembuatan
makalah ini kami menyadari bahwa ini
semua berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini kami menghaturkan rasa
hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu
dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam
proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun
cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan
segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat menyelesaikan
makalah dengan baik. Kami menerima kritik dan
saran guna penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Semarang, April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN .............................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................................
ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah ......................................................................................... 2
C. Tujuan
........................................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
zakat ............................................................................................ 3
B. Zakat
Sebagai sarana Pengentasan Masalah Kemiskinan ............................. 4
C. Cara
Merealisasikan Zakat Sebagai Program Pengentasan Kemiskinan........ 8
D. Pengelolaan
Zakat..........................................................................................
10
E. Keunggulan
dan Potensi Zakat dalam Pengentasan Kemiskinan..................
11
F. Pemberdayaan
Zakat sebagai Model Pemerataan Kesejahteraan..................
12
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
....................................................................................................... 14
B. Saran..............................................................................................................
14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mahatma Gandhi mengatakan bahwa kemiskinan adalah bentuk terburuk dari
kekerasan. Itulah sebabnya kemiskinan adalah momok yang sangat ditakuti oleh
setiap manusia. Manusia semenjak lahirnya telah diajarkan bahwa kemiskinan
adalah sesuatu yang harus dihindari, bahkan dilawan. Untuk itulah, para orang
tua telah menanamkan kemandirian hidup dalam diri anaknya. Orang tua
mengajarinya bagaimana mencari makan, memenuhi kebutuhan materinya. Menginjak
dewasa, anak akan dipisah dari orang tuanya dan di situlah ia akan memulai
kehidupannya yang baru, tanpa bantuan dari orang tua.
Begitulah manusia. Mereka akan terus berlomba menjadi kuat sehingga
terpenuhi semua kebutuhan materinya. Terpenuhinya kebutuhan materi menjadi
ukuran bagi kesejahteraan.
Sulit untuk dipungkiri, bahwasanya materi memiliki kedudukan yang vital
dalam kehidupan manusia. Materi, dalam hal ini uang, menjadi unsur terpenting
bagi kelangsungan sebuah pembangunan, walaupun tidak berarti segala-galanya.
Misalnya, dalam upaya peningkatan pelayanan publik, pemerintah harus membangun
berbagai fasilitas kesehatan, pendidikan, rumah ibadah dan jalan.
Semua itu membutuhkan suplai dana yang cukup. Apa jadinya jika rencana
pembangunan tidak disertai dengan kecukupan dana.
Dalam pengertian konvensional, kemiskinan pada umumnya merujuk pada
komunitas yang berada di bawah satu garis kemiskinan tertentu, sehingga upaya
pengentasan kemiskinan terfokus pada peningkatan pendapatan komunitas tersebut.
Artinya, peningkatan penndapatan dijadikan indikator bagi keberhasilan program
pengentasan kemiskinan.
Namun demikian, faktanya bahwa pendekatan permasalahan kemiskinan dari
segi pendapatan saja tidak mampu memecahkan permasalahan komunitas.
Permasalahan kemiskinan komunitas bukan hanya masalah ekonomi, melainkan
meliputi berbagai masalah lainnya. Kemiskinan juga meliputi kemiskinan
sub-sistensi, berupa penghasilan rendah, jam kerja panjang, perumahan buruk,
fasilitas air bersih mahal, kemiskinan perlindungan berupa lingkungan buruk
(sanitasi, sarana pembuangan sampah, polusi), kondisi kerja buruk, tidak ada
jaminan atas hak pemilikan tanah, kemiskinan pemahaman berupa rendahnya
kualitas pendidikan, kemampuan dan potensi untuk
mengupayakan perubahan, kemiskinan partisipasi berupa tidak ada
akses dan control atas proses pengambilan keputusan yang menyangkut nasib diri
dan komunitas.
Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa problematika kemiskinan
tidak hanya menyangkut keperluan material saja, melainkan juga kebutuhan social
lainnya. Dengan demikian, program pengentasan kemiskinan harus diarahkan pada
berbagai dimensi social kehidupan, seperti : pendidikan, kesehatan dan
lain-lain.
Zakat adalah standar minimum yang wajib dikeluarkan bagi seorang muslim
dengan standar kadar, nisab, haul, dan ketentuan-ketentuan peruntukannya yang
ketat. Zakat dalam sejarahnya tidak pernah menjadi alternative tunggal di dalam
menyelesaikan kemiskinan umat, meskipun salah satu tujuannya untuk membebaskan
umat dari kemiskinan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
peranan zakat dalam pandangan islam?
2. Bagaimana
pengelolaan pendistribusian zakat dalam kemiskinan dan kesenjangan social?
3. Sejauh
manakah eksistensi zakat dapat mengentaskan kemiskinan?
C. Tujuan
1. Mengetahui
pengertian zakat
2. Mengetahui
hukum zakat
3. Mengetahui
peranan zakat sebagai perentasan kemiskinan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Zakat
Zakat secara etimologi dapat diartikan berkembang
dan berkah. Selain itu, zakat dapat diartikan mensucikan, sebagaimana dalam
firman Allah SWT:
قَدۡ
أَفۡلَحَ مَن زَكَّىٰهَا ٩
Artinya : “ sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu(QS. Asy-Syams (91):9)
Maksud
ayat di atas, yakni membersihkan dari segala noda. Zakat juga diartikan memuji.
Zakat disebut demikian karena harta kekayaan yang dizakati akan semakin
berkembang berkat dikeluarkan zakatnya dan do’a orang yang menerimanya. Zakat
juga membersihkan orang yang menunaikan dari dosa dan memujinya, bahkan menjadi
saksi atau bukti atas kesungguhan iman orang yang menunaikan. Adapun secara
syar’I zakat dikeluarkan atas namaharta atau badan dengan mekanisme tertentu.
Dalam islam zakat menjadi rukun islam yang wajib dijalankan, dan dinyatakan
dalam alquran secara bersaman dengan shalat sebanyak 82 ayat.
Kewajiban
zakat ditetapkan berdasarkan dalil alquran, sunnah, dan ijma’ dalil yang
berdasarkan dari alquran antara lain, fiman Allah SWT:
خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ
تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ
لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ١٠٣
Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui(QS: At Taubah(9); (103))
Adapun dalil dari
sunnah sabda nabi yang artinya:
“Islam dibangun diatas
5 pilar: kesaksian bahwa tiada tuhan melaikan Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa ramadhan[1]
B.
Zakat
sebagai Pengentasan Masalah Kemiskinan
Zakat
merupakan kewajiban yang telah disepakati oleh umat islam. Apabila ia
mengingkari zakat yang masih diperselisijhan tentang wajibnya, seperti zakat
harta rikaz[2].
maka ia tidak dianggap kafir. Khalifah Abu Bakar pernah memerangi orang orang
menolak mengeluarkan zakat. Beliau berkata yang kemudian terkenal sebagai
statement abadi, ”Demi Allah, seandainya mereka tidak memberikan kepadaku
bagian zakat yang dahulu mereka tunaikan kepada Rasuallah, niscaya aku perangi
mereka karenanya[3]
Syarat wajib zakat adalah: Islam,
merdeka, mencapai nishab[4], dan telah berputarnya masa harta
tersebut satu tahun (haul) kecuali dalam mua’asyirat (hasil pertanian dan
perkebunan).[5]
Zakat adalah ajaran Islam yang mewajibkan
umatnya (orang Islam) untuk mendermakan (membagikan) sebagian harta yang
dimiliki untuk diberikan kepada kelompok sosial masyarakat tertentu, yaitu
Fakir Miskin dan Anggota kelompok masyarakat yang menurut Islam memiliki hak
untuk mendapatkan sebagian harta dari Para Wajib Zakat (Muzakki)[6]. Secara substansial ajaran
zakat telah mampu mengatasi masalah kemelaratan (kemiskinan), dan meningkatkan
kesejahteraan Masyarakat, dengan demikian ajaran Ibadah Zakat dapat dijadikan
Model untuk mengatasi kemeralatan (kemiskinan) dan untuk meningkatkan kesejahteraan
Masyarakat . Dengan demikian, Zakat sebagai Model Pengentasan
Kemiskinan, menjadi sebuah tantangan dan harapan pengentasan sebagai
alternative yang membutuhkan respon dari berbagai kalangan; baik dari kalangan
Penguasa (Birokrat), Pengusaha (Praktisi Ekonomi), Ulama, Cendekiawan,
Akademisi dsb, untuk dikaji lebih mendalam dan dijadikan Panduan dalam
mengatasi masalah kemiskinan.
Pengentasan kemiskinan di dalam Islam harus di dukung
sepenuhnya oleh dua instrument, yaitu: Pertama, pengarahan dan bimbingan agama
dan aqidah. Kedua, kepastian hukum negara. Untuk, instrument pertama, mungkin
kini sudah tidak efektif lagi, akan tetapi harus terus di coba terus.
Sedangkan, instrumen yang kedua masih bisa. Karena itu, dibutuhkan
persiapan-persiapan yang benar-benar matang dan dan membutuhkan waktu yang
cukup lama. Karena, zakat itu mengentaskan kemiskinan dan dapat mempengaruhi
sistem yang berjalan.
Zakat sebagai model pengentasan kemiskinan didasarkan pada
pesan utama dalam ajaran Islam adalah pembentukan dan perilaku moralitas bagi
pemeluknya. Walaupun dalam prosesnya yang dientaskan terlebih dahulu adalah
orang-orang kayanya (Aghnia), kalangan muzakkinya. Sebab, dengan zakat yang
mereka salurkan (keluarkan), mereka mengentaskan kemiskinan yang terdapat di
dalam diri mereka sendiri. Seperti sifat tamak, serakah dan kikir. Jadi,
membersihkan mereka dari kemiskinan yang sifatnya ruhiyah. Setelah itu barulah
dampaknya menyebar ke obyek zakatnya.
Persoalan mendasar yang sering dihadapi oleh kelompok kurang
mampu (termasuk umat Islam) dalam upaya menciptakan kebahagian dan meningkatkan
kesejahteraan umum adalah persoalan tentang keterbatasan permodalan yang
dimiliki oleh mereka yang hendak melakukan usaha ekonomi, persoalan-persoalan
ini sering kali muncul dalam Study Pengembangan Masyarakat (Community
Development)
Sementara didalam Islam secara normativ koseptual memiliki ajaran yang menganjurkan untuk melakukan pemberdayaan Masyarakat yaitu Ibadah Zakat, sehingga perlu dilakukan kajian dan pengembangan pemikiran, bahwa Ibadah zakat merupakan alternatif untuk menjadi model pemberdayaan Masyarakat; yaitu melalui modifikasi Model Penggalian Sumber Zakat dan Model Penyalurannya (distribusi Zakat) kepada anggota kelompok Masyarakat tertentu yang berhak menerima, sebagaimana ditetapkan oleh Syara’ sesuai firman Allah dalam al-qur’an surat. Attaubah Ayat:60
Sementara didalam Islam secara normativ koseptual memiliki ajaran yang menganjurkan untuk melakukan pemberdayaan Masyarakat yaitu Ibadah Zakat, sehingga perlu dilakukan kajian dan pengembangan pemikiran, bahwa Ibadah zakat merupakan alternatif untuk menjadi model pemberdayaan Masyarakat; yaitu melalui modifikasi Model Penggalian Sumber Zakat dan Model Penyalurannya (distribusi Zakat) kepada anggota kelompok Masyarakat tertentu yang berhak menerima, sebagaimana ditetapkan oleh Syara’ sesuai firman Allah dalam al-qur’an surat. Attaubah Ayat:60
وَٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ مِنۢ بَعۡدُ وَهَاجَرُواْ وَجَٰهَدُواْ مَعَكُمۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ
مِنكُمۡۚ وَأُوْلُواْ ٱلۡأَرۡحَامِ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلَىٰ بِبَعۡضٖ فِي كِتَٰبِ
ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمُۢ ٧٥
Artinya
: “Dan orang-orang yang beriman sesudah
itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk
golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya
lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”
Zakat adalah wacana kesalehan, wacana peribadatan dan belum
menjadi pemikiran pembangunan sosial apalagi sebagai diskursus ekonomi. Dalam
peta pengentasan kemiskinan, zakat mungkin cuma pelipur lara. Karena kita tak
sempat menggali ajaran Zakat. Tak heran banyak yang tak mengerti zakat dan
hanya memahami sebatas kewajiban zakat yang 2,5 persen. Bagaimana zakat
dikumpulkan, bagaimana zakat diadministrasikan dan didistribusikan tak menjadi
zakat sebagai suatu komponen sumberdaya yang akan memakmurkan
umat. Jadi zakat memang harus didayagunakan, bukan sekedar disalurkan.
Pendayagunaan zakat targetnya adalah memberdayakan, bukan sekadar keterampilan mendata si miskin, adalah penting memahami anatomi kemiskinan dan menemukan obat bagi penyakit sosial ini. Zakat harus diarsiteki secara terpadu bersama kekuatan pembangunan umat lainnya seperti sektor keuangan, perdagangan, permodalan, asuransi, pariwisata dll. Jadi zakat tak tunggal sebagai obat bagi kemiskinan. Ia harus holistic. Maka, membutuh kebijakan kepimimpinan dan aturan yang cantik dan memberdayakan (Community Development) sebagai proses untuk menguatkan ibadah zakat dalam pengentasan kemiskinan dan pemerataan kesejahteraan.
Pendayagunaan zakat targetnya adalah memberdayakan, bukan sekadar keterampilan mendata si miskin, adalah penting memahami anatomi kemiskinan dan menemukan obat bagi penyakit sosial ini. Zakat harus diarsiteki secara terpadu bersama kekuatan pembangunan umat lainnya seperti sektor keuangan, perdagangan, permodalan, asuransi, pariwisata dll. Jadi zakat tak tunggal sebagai obat bagi kemiskinan. Ia harus holistic. Maka, membutuh kebijakan kepimimpinan dan aturan yang cantik dan memberdayakan (Community Development) sebagai proses untuk menguatkan ibadah zakat dalam pengentasan kemiskinan dan pemerataan kesejahteraan.
zakat merupakan amal Ibadah yang memiliki dua demensi yaitu
hablum minallah[7]
dan demensi hablum minannas.[8] Persoalanya sekarang
adalah bagaimana memaksimalisasikan manfaat zakat kedalam kontek Pemberdayaan
Masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan, sehingga akan muncul muzakki-muzakki
baru. Sebagai upaya memodifikasi (mengembangkan) Ibadah zakat sebagai
alternatif model pengentasan kemiskinan adalah: Pertama: Membangun institusi
pengelola Zakat secara Mandiri (independen) dan Profesional dengan kata lain
Institusi (lembaga) Zakat dapat dikontrol, dikelola secara Profesional,
menggunakan manajemen modern, transparan.Kedua Pendistribusian (pembagian)
harta zakat dilakukan bukan hanya bersifat karikatif dan konsumtif, akan tetapi
diberikan dalam rangka pengembangan usaha ekonomi (bersifat produktif) golongan
yang berhak menerima sebagaimana ditetapkan dalam alqur’an surat attaubah ayat
60 Dan, Ketiga Amil zakat[9] bertugas dan berfungsi
bukan sekedar membagikan harta zakat kepada mereka yang berhak menerimanya,
akan tetapi mereka bertugas melakukan pendampingan (memberikan motivasi,
melakukan bimbingan ketrampi lan, melakukan advokasi dan empowering),
monitoring dan evaluasi terhadap usaha kelompok yang menerima harta zakat.
Pemikiran diatas didasarkan atas prinsip-prinsip Pengelolaan
zakat sebagaimana dijelaskan oleh Prof.Dr.KH,Sjech Hadi Permono,SH,MA[10] berikut ini:
1.
Allah
tidak menetapkan delapan ashnaf[11]
(golongan yang berhak menerima zakat) harus diberi semuanya .Allah hanya
menetapkan zakat dibagikan kepada delapan ashnaf, tidak boleh keluar dari
ketentuan tersebut
2.
Allah
tidak menetapkan perbandingan yang tepat antara bagian masing-masing delapan
ashnaf tersebut
3.
Allah
tidak menetapkan zakat harus dibagikan dengan segera setelah masa pemungutan
zakat. Tidak ada ketentuan bahwa semua hasil pungutan zakat (baik sedikit
maupun banyak) harus dibagikan semuanya
4.
Allah
tidak menetapkan bahwa yang diserahterimakan itu harus berupa in cash (uang
tunai) atau in kind (berupa natura)
5.
Beranalogi
kepada alqur’an surat al-Hasyr ayat 7, ”….supaya harta itu jangan hanya beredar
diantara orang-orang kaya saja diantara kamu…” , pembagian zakat harus bersifat
edukatif, produktif dan ekonomis sehingga pada akhirnya penerima zakat menjadi
tidak memerlukan lagi, bahkan akan menjadi orang yang wajib zakat.(muzakki)
C.
Cara Merealisasikan
Zakat sebagai Program Pengentasan Kemiskinan
Dalam zakat terdapat unsur mengembangkan sikap
gotong-royong dan tolong-menolong. Sebab zakat dapat membantu orang-orang yang
terjepit kebutuhan dan membatu menyelesaikan hutang bagi orang-orang yang
sedang pailit. Zakat juga menolong orang-orang yang sedang dalam perantauan,
pengungsi, sampai orangtua yang pikun atau jompo. Dengan zakat pula, dakwah
Islam dapat diperluas cakupannya, termasuk untuk menjinakkan hati para muallaf.
Misi sosial zakat yang begitu idealis tersebut tidak dapat dipenuhi dengan baik
tanpa adanya lembaga pengelolaan zakat yang dijalankan secara profesional.
Menurut Yusuf Qardhawi, zakat merupakan salah satu dari aturan jaminan sosial
dalam Islam, dan Islam memperkenalkan aturan ini dalam ruang lingkup lebih luas
dan mendalam yang mencakup semua segi kehidupan manusia.
Untuk itu, pola hubungan antara si-kaya dan
si-miskin harus dibangun secara sistemik dan terprogram dengan menggunakan
system jaminan social pembangunan ekonomi umat. Karena, secara normativ
konseptual, Islam mengajarkan kerangka dasar pola hubungan antara si-kaya dan
si-miskin dalam konsep kepemilikan harta benda dan sistem ini dalam komunitas
Muslim dikenal dengan istilah Zakat.
Menurut Prof.Dr KH.Sjechul Hadi
Permono,SH.MA, pelaksanaan zakat pada hakekatnya merupakan usaha untuk[12] :
1. Membersihkan jiwa Muzakki (wajib
Zakat) dari pada sifat-sifat bakhil, loba dan tamak serta menanamkan rasa
kesetiakawanan (solidaritas) terhadap golongan mustadzafin[13]
2. Membersihkan harta yang kotor karena
campur dengan harta mustahik (orang yang berhak menerima)
3. Menumbuh kembangkan kekayaan muzakki
sebagaimana firman Allah dalam Alqur’an “Siapakah yang mau memberikan pinjaman
kepada Alla, pinjaman yang baik(menafkahkan hartanya dijalan Allah),maka Allah
akan memperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak,
Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepada-Nyalah kamu kembali”,
Alqur’an Surat Al Baqarah ayat 245
4. Membersihkan jiwa para mustahik
(orang yang berhak menerima zakat) dari perasaan sakit hati, benci, dan dendam
terhadap golongan orang-orang kaya yang hidup dalam serba kemewahan tetapi
tidak sudi mengeluarkan zakat
5. Memberikan modal kerja kepada
golongan lemah (melarat) untuk menjadi manusia yang berkemampuan hidup layak
Untuk merealisasikan Program Pengentasan
kemiskinan malalui Zakat sebagai Model alternatif yang akan dilakukan, adalah :
1. Amil zakat,
melakukan Pemetaan terhadap Sumber-sumber zakat (termasuk memberikan layanan
bantuan penghitungan terhadap harta wajib zakat dan jumlah zakat yang akan
dibayarkan/dikeluarkan oleh Muzakki), dan potensi yang dimiliki oleh para
Mustahik.
3. Menyelenggarakan
Pelatihan tentang Pengembangan Masyarakat (Community Development) bagi para
Mustahik dengan target (out put) mereka mampu merumuskan persoalan yang
dihadapi dan dapat memilih alternative solusinya
4. Realisasi Program,
Monitoring dan Evaluasi.
D.
Pengelolaan Zakat
Masa depan manajemen zakat di negeri ini
belum banyak beranjak dari pemahaman konvensional. Para muzaki masih cenderung
membagi zakatnya sendiri secara langsung kepada mustahik yang dilakukan dengan
pola konsumtif karitatif. Implikasinya, pemberian zakat itu habis sekali pakai;
dan dampak menjadikan mereka memiliki kebergantungan secara tahunan, karena
tahun depan mereka menunggu lagi untuk mendapatkan zakat. Bila lembaga amil
zakat swasta dan pemerintah bisa bekerja sama, mungkin potensi zakat tersebut
bisa dimanfaatkan untuk mengurangi angka kemiskinan. Karena, sebaiknya zakat
dikelola negara, dan hal itu dibenarkan jika merujuk kepada surat At Taubah di
Alquran. Dengan cara demikian, pengelolaan zakat akan dapat efektif dan
transparan.
Patut diakui kepengurusan zakat lebih umum
dilakukan masyarakat di tingkat bawah. Sehingga zakat kerap kali tidak mencapai
sasaran. Hasilnya pun tidak maksimal karena pengelolaannya tidak terorganisir
dan tidak profesional. Masyarakat seringkali menyalurkan zakatnya secara
langsung tanpa melalui lembaga amil, dengan alasan dapat tersalurkan secara
langsung. Semestinya, dengan dana zakat, program pemberantasan kemiskinan,
pemenuhan pendidikan dasar, akses layanan kesehatan murah bahkan gratis bisa
tercapai.
E.
Keunggulan dan
Potensi Zakat dalam Pengenatasan Kemiskinan
Zakat disamping merupakan Ibadah yang
diwajibkan oleh Allah swt, juga mengandung kegiatan sosial kemasyarakatan
sehingga dapat disimpulkan bahwa Ibadah zakat memiliki dua demensi yaitu
demensi hablum minallah[15] dan demensi hablum
minnas. Sehingga dalam momentum keterpurukan dan kemiskinan masyarakat, zakat
muncul menjadi alternatif instrument untuk pengentasan kemiskinan yang
potensial, efektif, ramah pasar, dan lestari serta memiliki keunggulan
tersendiri.
Kemudian umat Islam meyakini dan mengakui
bahwasannya Islam merupakan agama rahmatan lil ‘aalamiin, yang mengajarkan
kepada setiap umatnya untuk mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tentram,
dan harmonis. Karenanya, zakat sebagai instrument pengentasan kemiskinan
memiliki banyak keunggulan dibandingkan instrument fiskal konvensional[16] yang kini telah ada,
dengan keunggulan sebagai berikut:
1.
Penggunaan
zakat sudah ditentukan secara jelas dalam syariat seperti uraian terdahulu,
dimana zakat hanya diperuntukkan bagi 8 golongan saja (ashnaf)[17]
yaitu: orang-orang fakir, miskin, amil zakat, mu’allaf, budak, orang-orang yang
berhutang, fi sabilillah[18],
dan ibnu sabil[19].
Jumhur fuqaha sepakat bahwa selain 8 golongan ini, tidak halal menerima zakat.
Dan tidak ada satu pihak-pun yang berhak mengganti atau merubah ketentuan ini.
Karakteristik ini membuat zakat secara inheren bersifat pro-kemiskinan.
2.
Zakat
memiliki tarif yang rendah dan tetap serta tidak pernah berubah-ubah karena
sudah diatur dalam syariat. Sebagai misal, zakat yang diterapkan pada basis
yang luas seperti zakat perdagangan, tarifnya hanya 2,5%.
3.
Zakat
memiliki tarif berbeda untuk jenis harta yang berbeda, dan mengizinkan keringanan
bagi usaha yang memiliki tingkat kesulitan produksi lebih tinggi. Sebagai
misal, zakat untuk produk pertanian yang dihasilkan dari lahan irigasi tarifnya
adalah 5% sedangkan jika dihasilkan dari lahan tadah hujan tarif-nya 10%. Zakat
dikenakan pada basis yang luas dan meliputi berbagai aktivitas perekonomian.
Zakat dipungut dari produk pertanian, hewan peliharaan, simpanan emas dan
perak, aktivitas perniagaan komersial, dan barang-barang tambang yang diambil
dari perut bumi. Fiqh kontemporer bahkan memandang bahwa zakat juga diambil
dari seluruh pendapatan yang dihasilkan dari aset atau keahlian pekerja. Dengan
demikian, potensi zakat adalah sangat besar. Hal ini menjadi modal dasar yang
penting bagi pembiayaan program-program pengentasan kemiskinan.
4.
Zakat
adalah pajak spiritual yang wajib dibayar oleh setiap muslim dalam kondisi
apapun. Karena itu, penerimaan zakat cenderung stabil. Hal ini akan menjamin
keberlangsungan program pengentasan kemiskinan dalam jangka waktu yang cukup
panjang.
F.
Pemberdayaan Zakat
Sebagai Model Pemerataan Kesejahteraan.
Islam adalah agama yang memiliki ciri khas dan karakter
"Tsabat wa Tathowur"[20] berkembang dalam frame
yang konsisten, artinya Islam tidak menghalangi adanya
perkembangan-perkembangan baru selama hal tersebut dalam kerangka atau farme
yang konsisten. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri.
Manusia selalu membutuhkan kebersamaan dalam kehidupannya, Allah menciptakan
manusia beraneka ragam dan berbeda-beda tingkat sosialnya, ada yang kaya, ada
yang miskin, ada yang kuat, ada yang lemah dan seterusnya. Allah juga
menciptakan manusia dengan keahlian dan kepandaian yang berbeda beda pula.
Nilai-nilai tersebut, dalam rangka saling memberi dan saling
mengambil manfaat dalam tatanan kebersamaan dalam kehidupan. Demikian pula
orang miskin tidak dapat hidup tanpa orang kaya yang mempekerjakan dan
mengupahnya. Dan demikian seterusnya. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat
Az-Zukhruf ayat 32:
صِرَٰطِ
ٱللَّهِ ٱلَّذِي لَهُۥ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۗ أَلَآ إِلَى
ٱللَّهِ تَصِيرُ ٱلۡأُمُورُ
Artinya : “(Yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit
dan apa yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali semua
urusan” (Qs. Az-Zukhruf :32)
Berdasarkan konsepsi zakat dalam pemerataan kesejahteraan
tersebut, maka dapat didisain kebijakan pemerintah untuk menanggulangi
kemiskinan melalui pelembagaan independen pengurangan kemiskinan, sejenis
lembaga Amil, yang memang konsen pada usaha penanggulangan kemiskinan. Namun,
pemerintah juga harus membuat kebijakan fiskal yang ramah terhadap para
pembayar zakat atau kewajiban lain untuk pemerataan kesejahteraan dan
penanggulangan kemiskinan, melalui pengambanhan zakat yang diarahkan pada
peningkatan kesejahteraan umat.
Kemudian zakat sebagai landasan sistem perekonomian Islam
berdasarkan pengakuan bahwa Allah adalah pemilik asal, maka hanya Dia yang
berhak mengatur masalah pemilikan, hak-hak dan penyaluran serta pendistribusian
harta. Zakat adalah pencerminan dari semua itu yang merupakan salah satu hak
terpenting yang dijadikan Allah di dalam pemilikan. Dengan demikian, sistem
zakat menjadikan modal yang selalu dalam perputaran sehingga terjadi pemerataan
kesejahteraan.
Oleh karena itu ada beberapa fungsi dari zakat maal ini yang
dapat dijadikan landasan konsep pemberdayaan zakat dalam pemerataan
kesejahteraan di antaranya: Pertama, dalam rangka syukur manusia kepada Allah
SWT karena kalau kita mendapatkan harta kekayaan sampai lebih kepada nishab
zakat, maka itu didalamnya jelas ada hak fuqara (orang fakir) dan masakin
(orang miskin) dan lain-lain, yang kebetulan lewat kepada kita, yang pada
dasarnya adalah hak mutlak mereka. Maka kita berkewajiban untuk mengeluarkan
hak mereka, sebagai wujud pemerataan kesejahteraan. Kedua dari zakat, dalam
rangka kasih sayang dan kecintaan orang kaya (aghniya) kepada yang tidak
memiliki harta dalam hal ini orang yang berhak menerima zakat (mustahik).
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Berzakat memiliki
banyak manfaat, diantaranya untuk mensucikan harta yang dimiliki, membersihkan
dosa orang yang berzakat, membuktikan atau menjadi saksi atas keimanannya
kepada Allah SWT, serta berzakat juga dapat menjadikan harta kekayaannya akan
terus berkembang.
Dalam islam zakat
telah menjadi suatu kewajiban yang telah disepakati antara umat islam. Namun,
dalam pelaksanaannya harus memperhatikan syarat berzakat. Yang termasuk
golongan yang wajib untuk berzakat adalah orang - orang yang memiliki harta
yang telah masuk haul dan yang hartanya sudah masuk nishab ( ukuran wajib
berzakat ). Kemudian yang termasuk dalam golongan yang tidak diwajibkan untuk
berzakat adalah orang – orang yang menjadi budak atau yang belum merdeka.
Sedangkan bagi orang kafir, hukumnya sunnah artinya orang kafir itu boleh
berzakat akan tetapi zakatnya tidak dianggap.
B. Saran
Kita sebagai
seorang muslim ketika kita memiliki harta yang berlebih, maksudnya harta
tersebut telah masuk waktu haul dan telah memenuhi nushab maka hendaknya kita menzakatkan
harta kita untuk orang yang membutuhkan. Karena dalam berzakat kita tidak hanya
dapat membantu orang yang membutuhkan saja, akan tetapi kita juga menolong diri
kita sendiri agar terjauh dari panasnya api neraka.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama. 1978. Al-Quran dan Terjemahannya. Bumi Restu: Jakarta
Azzam,
Abdul Aziz Muhammad, dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. 2009. Fiqh Ibadah. Jakarta: Amzah.
Bigha, Mustofa Dibbul.
2009. Fiqih Syafi’i. Putra Pelajar.
Departemen
Agama RI. 2002. Islam untuk Disiplin Ilmu
Ekonomi. Jakarta: Departemen Agama RI.
Hadi,
Muhammad. 2010. Problematika Zakat
Profesi dan Solusinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Isbir Fadly dkk, 2008. Panduan Organisasi
Pengelola Zakat. Departemen Agama,
Qadir, Abdurrachman.
1998. Zakat. Jakarta: Fajar
Interpratama Offset.
Nasrun Haroen dkk, 2008. Membangun
Peradaban Zakat. Departemen Agama RI.
Rasjid, Sulaiman. 2010.
Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru
Algensi.
[1] Muttafaq ‘alaih: Dilansir oleh Ad-Daruquthni dari narasi Ibnu Umar
dengan komentar bahwa sanad hadis ini shahih muttasil. Lihat At-Talkhis
Al-Hibr fi Ahadist Ar-Rafi’I Al-Kabir II/186
[2]
Harta rikaz adalah harta terpendam
[3]Diriwayatkan
oleh jama’ah perawi. Lihat Nail Al-Authar IV/135
[4]
Nishab adalah ukuran
[5]
Diriwayatkan dalam Fiqih Ibadah halaman 345
[6]
Muzakki adalah orang yang berzakat
[7]
Hablum minallah yaitu hubungan seorang muslim dengan sang maha pencipta
[8]
Hablum minannas yaitu hubungan seorang muslim dengan sesame manusia
[9]
Amil zakat adalah orang yang bertugas atau organisasi yang mengurusi zakat
[10]
Pengelolaan zakat menurut Prof. Dr. KH. Sjech Hadi Permono, SH, Ma
[11]Asnaf
golongan orang yang berhak menerima zakat
[13]
Orang yang lemah imannya
[14]
Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat
[15]
Rahmatan lil ‘alamin yaitu islam merupakan agama yang membawa rahmat
[17]
Ashnaf yaitu golongan yang berhak menerima zakat
[18]
Fi sabilillah adalah orang yang berperang dijalan Allah untuk menegakkan islam
di muka bumi
[19]
Ibnu sabil adalah seorang musafir yang kehabisan bekal di tengah perjalanan
sehingga tidak bisa melanjutkan perjalanan
[20] Berdasarkan buku Pokok-pokok
hokum islam dijelaskan bahwa Islam adalah agama
yang memiliki ciri khas dan karakter "Tsabat wa Tathowur